Urgenkah Siswi Sekolah Dasar Memperoleh Vaksinasi HPV?

Ramai dipertanyakan mengapa bukan orang dewasa yang menjadi target utama, apakah pemerintah keliru dalam menentukan prioritas penerima vaksin HPV?

Pada pertemuan dengan diaspora kesehatan Indonesia bulan April silam, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, mengungkapkan bahwa pemerintah akan menambah tiga jenis vaksin baru ke dalam program BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah). Vaksin Human papillomavirus (HPV) menjadi salah satu imunisasi rutin yang diwajibkan bersama denganpneumococcal conjugate vaccine (PCV) dan vaksin rotavirus. Jenis vaksinasi tambahan ini dapat diperoleh gratis dan akan diwajibkan secara efektif pada tahun 2023 mendatang. Kementrian KesehatanRI menargetkan pemberian vaksin HPV kepada 889.813 anak sekolah dasar pada kelompok usia kelas 5 hingga 6. 

Kanker serviks sendiri menduduki peringkat kedua dalam kategori jenis kanker yang paling umum diderita oleh perempuan Indonesia. Berdasarkan data The International Agency on Research on Cancer (IARC) WHO, jumlah perempuan yang didiagnosis kanker leher rahim diestimasikan sejumlah 36.633 jiwa dengan 21.003 kematian setiap tahun. Angka penyintas kanker serviks dapat dieliminasi dengan beragam upaya pencegahan seperti vaksinasi dan skrining. Berdasarkan uji klinis, vaksin HPV Gardasil 9 menyediakan proteksi dengan efektivitas mendekati 100% terhadap 9 tipe HPV, termasuk tipe 16 dan 18 yang menjadi penyebab utama kanker serviks. Pencegahan primer memiliki tingkat efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengobatan kuratif sehingga vaksinasi HPV dicanangkan menjadi intervensi kesehatan pada program imunisasi nasional tahun depan.

Akan tetapi, sasaran program vaksinasi HPV banyak menuai tanda tanya dari masyarakat Indonesia. Tidak sedikit yang berpandangan bahwa pemberian vaksin HPV untuk usia anak sekolah merupakan hal sia-sia lantaran belum memasuki usia aktif secara seksual. Seperti yang diketahui, risiko kanker leher rahim akan semakin meningkat ketika seorang perempuan telah melahirkan beberapa kali atau mengonsumsi obat-obatan kontrasepsi seperti pil KB.. Mengingat biaya vaksinasi HPV mandiri yang relatif tinggi, yakni sebesar Rp750.000,00 hingga Rp1.300.000,00 untuk setiap dosis, beberapa pihak menyesalkan belum tersedianya vaksinasi HPV gratis bagi kalangan dewasa. 

Dalam menanggapi hal ini, Budi Gunadi menuturkan bahwa efikasi vaksin HPV akan semakin efektif jika diberikan  sejak belia. Pernyataan beliau diperkuat  dengan usia  rekomendasi WHO, yaitu anak-anak berumur 9-14 tahun. Untukpencegahan primer yang optimal, vaksin HPV perlu diberikan sebelum anak terekspos dengan aktivitas seksual yang notabene menjadi salah satu faktor risiko kanker serviks. Oleh karenanya, mempertimbangkan kemangkusan dan kesangkilan baik waktu serta biaya, program vaksinasi HPV gratis ini baru disediakan untuk anak perempuan sekolah dasar. 

Isu lain yang turut mengiringi program vaksinasi HPV ini berkaitan erat dengan efek samping vaksin yang mungkin terjadi. Selain mual dan demam, beredar pula informasi bahwa vaksin HPV dapat menyebabkan menopause dini hingga kemandulan pada anak. Kabar ini telah menjadi isu klasik yang memantik keresahan masyarakat dalam menyikapi vaksin satu ini. Meskipun demikian, belum pernah ada bukti sahih yang menunjukkan bahwa vaksin HPV dapat menyebabkan infertilitas atau menopause dini. Selain itu, tidak ditemukan asosiasi antara vaksinasi HPV dengan menopause prematur pada perempuan yang telah memperoleh vaksin HPV. Kekeliruan ini telah diklarifikasi oleh pelaksana tugas Direktur Pengelolaan Imunisasi Kemenkes, Prima Yosephine. 

Kebijakan penambahan jenis vaksin wajib menjadi inovasi yang bermakna bagi sejarah penanggulangan kanker serviks di Indonesia. Akan tetapi, beragam miskonsepsi yang hadir barangkali menjadi sebuah pengingat bahwa pencegahan primer melalui vaksinasi perlu diselaraskan pula dengan upaya sosialisasi dan edukasi yang linear. Selain berorientasi kepada pemangkasan  jumlah kasus dan angka kematian akibat kanker serviks, program vaksinasi HPV perlu mempertimbangkan aspek psikososial, spiritual, hingga kultural yang berkembang dalam masyarakat. Meskipun baru menjaring sasaran anak usia sekolah dasar di Provinsi DKI Jakarta dan Bali, kebijakan program vaksin HPV gratis  sudah membuka pintu baru bagi gerakan pencegahan serta penatalaksanaan kanker serviks yang lebih inklusif di tanah air.nayla

Nayla Hayyin

Member of Standing Committee on Sexual and Reproductive Health and Rights Including HIV&AIDS (SCORA) CIMSA UI

Share your thoughts