X-linked Agammaglobulinemia
Daftar Isi
Definisi
X-linked Agammaglobulinemia (XLA) adalah penyakit antibodi primer karena defek pada perkembangan sel B. Penyakit ini merupakan penyakit genetik terpaut kromosom X, sebagian kecil juga dapat bersifat autosom, sehingga penyakit ini dapat diturunkan.
Kelainan ini menyebabkan penurunan drastis sel B darah tepi hingga tidak terdeteksi oleh serum isotipe imunoglobulin. 85% dari kasus agammaglobulinemia adalah terkait-X, sedangkan 15% sisanya adalah agammaglobulinemia resesif autosom (ARA). Terdapat 2 jenis XLA, yaitu XLA tipikal dan atipikal.
Hal serupa: herditary agammaglobulinemia, agammaglobulinemia Bruton, agammaglobulinemia kongenital, familial agammaglobulinemia, autosomal recessive agammaglobulinemia (ARA)
Gejala Klinis
XLA tipikal adalah tipe paling umum dan ditandai dengan:
- Infeksi bakteri rekuren dan berat dalam dua tahun pertama kehidupan, oleh karena itu diagnosis dikatakan early diagnosis karena pasien biasanya datang saat masih balita. Infeksi bakteri ini di antaranya adalah:
- infeksi telinga
- pneumonia, empiema, meningitis
- konjungtivitis
- infeksi sinus
- diare kronis
- Terjadi cacat gen BTK yang mengakibatkan diferensiasi sel pra- B yang tidak lengkap atau ekspansi yang tidak efisien, dengan kadar limfosit B perifer dan imunoglobulin serum yang sangat rendah dan tidak terdeteksi.
XLA atipikal adalah tipe yang lebih jarang terjadi:
- Gejala ringan tanpa infeksi bakteri berat atau tanpa gejala klinis sejak anak usia dini hingga dewasa. Sebagian besar pasien akan terdiagnosis pada usia dewasa. Maka dari itu, diagnosisnya disebut diagnosis tertunda (delayed diagnosis).
- Terjadi karena defek gen BTKatau penurunan ekspresi BTK yang menghasilkan tingkat limfosit B perifer normal hingga rendah, tetapi masih terdeteksi dan terdapat 1 atau 2 isotipe imunoglobulin serum.
Etiologi
X-linked Agammaglobulinemia disebabkan oleh mutasi dari gen Bruton’s Tyrosin Kinase (BTK) dan diwariskan secara autosom X resesif. Kegagalan terbentuknya BTK akan mengganggu perkembangan dan fungsi limfosit B serta turunannya. Masalah utama terjadi saat pengembangan sel pro-B menjadi sel pra-B, kemudian menjadi limfosit matang gagal.
Patofisiologi
BTK yang tidak terbentuk menyebabkan limfosit B tidak dapat berdiferensiasi menjadi matur. Akibatnya, tanpa sel B matur, tubuh tidak dapat memproduksi sel plasma yang membuat antibodi. Sel-sel ini tidak dapat berkembang, berproliferasi, berdiferensiasi, ataupun disimpan. Sel-sel ini seharusnya berkembang di organ limfoid dan retikuloendotel. Pada XLA, beberapa tempat lainnya, seperti limpa, amandel, adenoid, nodus limfa perifer, dan plak Peyeri pada sistem gastrointestinal, juga mengalami hambatan perkembangan.
Protoonkogen yang seharusnya membentuk BTK memiliki sinyal khusus untuk melakukan perannya dalam diferensiasi sel B. Namun, mutasi pada lima domain BTK akhirnya menyebabkan XLA. Mutasi yang paling sering mutasi missense. Sekitar satu dari tiga mutasi ini juga akan mempengaruhi kodon CGG yang seharusnya memproduksi asam amino arginin.
Gen BTK diperlukan untuk proliferasi dan diferensiasi dari limfosit. Jika tidak ada gen BTK ini, limfosit B tidak dapat berproliferasi dan berdiferensiasi. Infeksi biasanya dimulai saat antibodi IgG dari ibu telah masuk ke dalam janin dan dikatabolisme di sekitar umur kehamilan 6 bulan.
Diagnosis
Penegakkan diagnosis dari XLA ini dapat dilakukan dengan penemuan riwayat klinis:
- otitis berulang, pneumonitis, sinusitis, atau konjungtivitis sebelum umur 5 tahun.
- Infeksi bakteri parah seperti sepsis, meningitis, selulitis, dan empiema
- Adenoid kecil, masalah amandel, dan kelenjar getah bening abnormal pada pemeriksaan fisik.
Selain itu, perlu juga dilakukan pengecekkan hasil laboratorium berupa :
- Pengurangan kadar imunoglobulin. Umumnya IgG serum < 200mg/dL, IgM dan IgA < 20mg/Dl.
- Pengurangan drastis jumlah limfosit B (sel CD19+) pada sirkulasi perifer (kadar < 1%)
- Gagal membuat antibodi terhadap antigen vaksin seperti tetanus, influenzae, atau S. pneumoniae.
- Neutropenia berat
Riwayat keluarga sangat penting untuk diperhatikan saat anamnesis atau aloanamnesis.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan temuan klinis dan laboratorium yang mengindikasikan adanya varian patogen hemizigot pada BTK dengan uji genetik biomolekuler. Uji genetic tersebut antara lain pengujian gen tunggal (single-gen testing), multigene panel, exome-sequencing dan genome-sequencing.
Tata Laksana
Tata laksana yang dilakukan berupa pengobatan terhadap manifestasi yang muncul. Misalnya, terapi substitusi gammaglobulin dengan injeksi subkutan mingguan atau infus intravena setiap 2-4 minggu untuk mencegah infeksi bakteri. Injeksi gammaglobulin diberikan dengan dosis 400 mg/kg berat badan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan konsentrasi IgG dalam serum. Pemberian gammaglobulin pada penderita XLA tergolong aman, namun masih dapat terjadi efek samping, seperti sakit kepala, sakit punggung, hingga mual. Antibiotik profilaksis kronis juga dapat diberikan untuk mencegah infeksi.
Tidak hanya pencegahan primer, pencegahan komplikasi sekunder seperti sinusitis kronis, penyakit paru-paru kronis, penyakit radang usus, dan infeksi enteroviral juga kerap dilakukan dengan antibiotik yang dapat mengurangi terjadinya sinusitis kronik dan penyakit paru-paru. Diagnosis dan pengobatan infeksi usus juga dapat menurunkan risiko penyakit radang usus.
Selain kuratif, tindakan preventif juga harus dilakukan, namun tidak boleh diberian vaksin virus hidup. Misalnya, lebih baik pemberian vaksin polio tidak aktif daripada vaksin polio oral kepada pasien dan keluarga terkait. Kerabat terkait pasien juga memiliki risiko untuk memiliki XLA ini. Oleh karena itu, tes genetik molekuler kerabat laki-laki yang berisiko segera setelah kelahiran dibutuhkan untuk memastikan bahwa terapi substitusi gammaglobulin dimulai sesegera mungkin pada individu yang terkena.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah sinusitis kronik, penyakit pernafasan kronik, inflammatory bowel disease, dan infeksi enteroviral.
Referensi
- Carrillo-Tapia E, García-García E, González NEH, Yamazaki-Nakashimada MA, Staines-Boone AT, Segura-Mendez NH, et al. Delayed diagnosis in X-linked agammaglobulinemia and its relationship to the occurrence of mutations in BTK non-kinase. Expert Review of Clinical Immunology. 2017 [cited 2020 Feb 15]. 2015:14(1); p83–93. doi:10.1080/2018.1413349
- Smith CIE, Berglöf A. X-Linked Agammaglobulinemia. 2001 5 Apr [Diperbarui 2016 Agustus 4]. Dalam: Adam MP, Ardinger HH, Pagon RA, dkk., Editor. GeneReviews® [Internet]. Seattle (WA): Universitas Washington, Seattle; 1993-2020. Tersedia dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK1453/
- X-linked agammaglobulinemia. Genetic and rare disease infromation center (GARD). Updated 2020 Jan 2 [cited 2020 Feb 15]. Available from : https://rarediseases.info.nih.gov/diseases/1033/x-linked-agammaglobulinemia
- Schwartz RA. Bruton Agammaglobulinemia. Medscape. Updated 2019 Apr 22 [cited 2020 Feb 15]. Available from : https://emedicine.medscape.com/article/1050956-overview#a4